Saturday, August 27, 2005

Melengkapi Gagasan Pakta Integritas


KPU dan Bank Mandiri adalah dua lembaga yang kini tengah mendapatkan sorotan paling tajam karena para petingginya disangka melakukan korupsi. Yang mengherankan, dua lembaga tersebut sebelumnya sudah mengikrarkan diri untuk menerapkan pakta integritas dalam menjalankan aktivitasnya, khususnya ihwal pengadaan barang/jasa sebagai bentuk penerapan prinsip good (corporate) governance.

Tapi apa mau dikata, ikrar pakta integritas yang sudah tertera dalam SK Ketua KPU misalnya tak menyisakan bekas. Bahkan kini Nazarudin Syamsudin dan kawan-kawan meringkuk di penjara karena diduga menerima dana taktis rekanan KPU. Demikian pula tanda tangan Neloe, Direktur Utama Bank Mandiri yang telah tergores dalam nota kesepahaman dengan Transparency International Indonesia (TII), NGO antikorupsi yang selama ini getol mengkampanyekan pentingnya penerapan pakta integritas pupus oleh sangkaan korupsi.

Tak dapat dipungkiri, pendekatan pakta integritas sebagai sebuah metoda untuk meminimalisir praktek korupsi, sekaligus membuka ruang bagi kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi -terutama dalam pengadaan barang/jasa pemerintah- kerap mendapat kritik. Kritik atau lebih tepat dikatakan sebagai kekhawatiran itu terutama diarahkan pada mudahnya pendekatan pakta integritas jatuh pada praktek seremonial belaka, jika pihak-pihak yang ingin diajak untuk berkomitmen menerapkan pakta integritas tidak dipilih secara selektif.

Semua sudah mahfum jika seluruh pilar governance di Indonesia tak luput dari praktek korupsi. Tapi semua juga berkeinginan dan berkepentingan untuk tidak disebut sebagai koruptor. Oleh karena itu, pada titik ini, pakta integritas justru bisa berbalik arah untuk sekedar dijadikan sebagai tameng, sekaligus sarana untuk membersihkan citra buruk seseorang yang dimata publik sudah sangat tercemar integritasnya.

Memang kasus yang terjadi di KPU dan Bank Mandiri tidak bisa dijadikan ukuran untuk menilai, apalagi memberikan generalisasi bahwa pendekatan pakta integritas sulit diterapkan. Hal ini mengingat di Kabupaten Solok, Sumatera Barat penerapan pakta integritas bisa memaksa semua kalangan yang berkepentingan dalam pengadaan barang/jasa untuk mematuhi aturan main, prinsip-prinsip tranparansi dan akuntabilitas secara nyata. Namun kita juga tidak dapat menutup mata bahwa semua itu tak luput dari kuatnya komitmen politik kepala daerahnya untuk secara sungguh-sungguh menerapkan ikrar tersebut. Ini artinya prosedur yang selektif untuk memilih dan menentukan kalangan-kalangan mana yang bisa diajak bekerjsama untuk menerapkan pakta integritas akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya ikrar itu diimplementasikan.

Kita tentu masih ingat bagaimana KADIN Indonesia telah mengadopsi pendekatan pakta integritas dengan mengkampanyekan pakta anti-suap di kalangan masyarakat bisnis. Namun sampai hari ini, kegiatan usaha, khususnya yang menggunakan anggaran negara tak luput dari ancaman suap. Dari penilaian banyak pihak, tingkat kerawanan paling tinggi terhadap praktek korupsi tetap ada di pengadaan barang/jasa pemerintah. Catatan ICW tahun 2004 juga menunjukan bahwa dari seluruh kasus korupsi yang terdata, 40 persennya merupakan kasus korupsi di sektor pengadaan barang/jasa. Sinyalemen itu juga ditangkap oleh SBY melalui Timtas Tipikornya untuk memberikan prioritas pada pembenahan sektor pengadaan barang/jasa supaya dapat menekan tingginya tingkat kebocoran anggaran negara.

Sekaligus menyambung lontaran Sri Mulyani, Kepala Bappenas beberapa waktu lalu yang akan segera melalukan reformasi di sektor pengadaang barang/jasa, cukup beralasan jika salah satu usulan yang bisa diajukan adalah bagaimana agar pakta integritas diadopsi secara penuh dalam sistem pengadaan barang/jasa yang baru. Hal ini supaya pakta integritas tidak berbunyi di ruang kedap hukum, melainkan menjadi afirmasi seluruh lembaga pemerintah untuk melaksanakannya dengan memberikan sanksi yang tegas bagi siapapun yang tidak menerapkannya.    

Akhir kata, kritik dan catatan khusus yang diberikan pada pendekatan pakta integritas bukanlah cerminan dari sikap apatisme terhadap upaya pemberantasan korupsi, tapi semua itu perlu disampaikan agar penerapan pakta integritas tidak keluar dari tujuan yang diharapkan para penggagasnya. Wassalam.

******************

No comments: