Thursday, January 22, 2009

Simplifikasi Audit Laporan Dana Kampanye

Desakan supaya Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) sebagai aturan pengganti atas pelaksanaan audit dana kampanye kian kuat.

Undang- Undang Pemilu No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif yang terkait langsung dengan aturan audit dana kampanye memang sangat tidak realistis. Bayangkan, akuntan publik yang ditunjuk oleh UU untuk menjalankan fungsi audit laporan dana kampanye jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah laporan dana kampanye.

Estimasi dari Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menyebutkan bahwa jumlah kantor akuntan publik (KAP) di seluruh Indonesia hanya berkisar 400. Sementara jumlah laporan dana kampanye secara keseluruhan, baik laporan partai politik maupun calon perseorangan, bisa mencapai 20.000.Kondisi ini diperparah dengan batas pelaksanaan audit yang sangat minim,yakni hanya 30 hari.

Mustahil bagi KAP untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dengan aturan yang menyulitkan. Sudah dapat diduga, aturan demikian lahir karena proses penyusunan UU tersebut minim proses penyerapan usulan dari berbagai pihak, khususnya kelompok profesi akuntan, baik publik maupun negara.

Menurut pengakuan IAPI,selama ini pihaknya tidak pernah diajak urun rembuk membahas substansi audit dana kampanye dalam RUU Pemilu Legislatif oleh anggota DPR. KPU sendiri sudah memastikan bahwa perppu audit dana kampanye akan diajukan ke Presiden supaya pelaksanaan audit dana kampanye tidak terhambat.

Dalam usul perppu ke Presiden, KPU menilai besarnya jumlah laporan dana kampanye yang harus diaudit KAP merupakan pangkal masalahnya.Karena itu KPU mengajukan solusi dengan membatasi pelaksanaan audit dana kampanye hanya sampai provinsi dan pusat. Laporan dana kampanye di tingkat kabupaten/ kotadijadikansebagailampiran laporan di tingkat provinsi.Dengan cara ini,menurut KPU,akan ada penghematan anggaran dan efektivitas. ***

Sebagaimana diketahui,UU No 10 Tahun 2008 Pasal 134 ayat (1) dan Pasal 138 ayat (1) dan ayat (3) mengatur kewajiban partai politik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota untuk menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada KPU dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada KAP untuk dilakukan audit.

Bagi peserta pemilu partai politik yang mengabaikan kewajiban ini akan diberi sanksi administratif yang cukup tegas,yakni dibatalkannya partai politik yang bersangkutan sebagai peserta pemilu (Pasal 138 ayat 1) dan tidak ditetapkannya calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota menjadi calon terpilih (Pasal 138 ayat 3).

Dari substansi UU, aturan mengenai kewajiban pembuatan laporan awal maupun laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang akan diaudit oleh KAP merupakan kemajuan pesat dari aturan pemilu sebelumnya.Semangat untuk mendesentralisasi pertanggungjawaban keuangan kampanye pemilu kepada masing-masing pengurus partai politik secara eksplisit muncul dalam aturan tersebut.

Dengan aturan ini,jika pada akhirnya semua proses dapat dilaksanakan dengan baik akan melecut masingmasing pengurus partai politik untuk lebih profesional dalam mengelola dana kampanyenya. Harus pula disadari aturan ini tidak serta-merta membuat semua dana kampanye menjadi transparan dan akuntabel.

Perlu diingat bahwa audit dana kampanye hanya menjadi satu bagian kecil dari faktor-faktor lain yang akan memengaruhi seberapa transparan dan akuntabel dana kampanye dikelola oleh partai politik.Akan tetapi paling tidak aturan ini, mau tidak mau, dapat mendorong partai politik di masing-masing tingkatan untuk memiliki pembukuan dana kampanye, meski dalam tingkat yang paling sederhana.

Karena itu,sudah semestinya KPU menyediakan pedoman pelaporan dana kampanye bagi peserta pemilu sehingga pelaporan dana kampanye yang asal-asalan dapat dicegah sedini mungkin. Dengan mempertimbangkan substansi aturan main yang akan memberikan dampak positif bagi kebiasaan pengelolaan dana kampanye yang lebih tertata, sekaligus adanya kewajiban mempertanggungjawabkan setiap penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pada masing-masing tingkatan partai politik,memangkas gagasan ini melalui perppu bukanlah langkah yang tepat. ***

Jika KPU tetap kokoh pada pendirian semula bahwa laporan dana kampanye yang akan diaudit cukup dilaksanakan di tingkat provinsi dan pusat, ada beberapa dampak tidak menyehatkan bagi peningkatan transparansi dan akuntabilitas dana kampanye peserta pemilu.

Pertama, ada kesan kuat perppu versi KPU yang menginginkan supaya audit laporan dana kampanye hanya dilaksanakan di tingkat provinsi dan pusat merupakan cara untuk mengakali supaya audit bisa dilaksanakan tanpa melanggar aturan.Dengan kata lain,KPU hanya berharap capaian dari perppu ini supaya secara formal audit dana kampanye bisa dilaksanakan dan tidak dinyatakan cacat hukum.

Kedua,memangkas audit dana kampanye hingga tingkat provinsi dan pusat telah menempatkan KAP sebagai kantor pos.Mengapa demikian? Argumentasinya sederhana.Memangkas audit laporan dana kampanye hanya di level provinsi dan pusat tidak akan menghilangkan kewajiban bagi adanya pelaporan dana kampanye peserta pemilu partai politik di masing-masing tingkatan.

Ini artinya,partai politik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tetap memiliki obligasi untuk menyusun laporan awal dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang nantinya akan diserahkan kepada KPU dan KAP. Jika KAP harus menerima laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, akan tetapi mereka tidak perlu mengauditnya, apakah ini bukan artinya KAP hanyalah kantor pos belaka?

Pertanyaan mendasarnya, untuk apa KAP harus tetap menerima laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat,jika yang akan diaudit hanya di tingkat provinsi dan pusat? Bagi partai politik, ancaman terbesarnya bukan pada apakah kelak laporan mereka akan diaudit KAP atau tidak, tapi sanksi administratif yang akan dapat membatalkan partai politik sebagai peserta pemilu dan membatalkan calon terpilih jika mereka tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.

Ketiga, karena yang akan diaudit hanya laporan dana kampanye pada tingkat provinsi dan pusat, kemungkinan besar penyusunan laporan dana kampanye di tingkat kabupaten/kota menjadi sulit dipertanggungjawabkan, baik dari sisi metode maupun kebenaran laporan. Akibatnya yang sangat mengkhawatirkan adalah dana kampanye ilegal yang dikelola oleh partai politik di tingkat pusat dan provinsi akan dikelola oleh pengurus kabupaten/kota.

Itu pasti akan meningkatkan praktik politik uang dan suap dalam pelaksanaan Pemilu 2009. Karena itu,simplifikasi audit dana kampanye bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah teknis audit dana kampanye.Menggandeng auditor lain seperti BPK atau BPKP akan memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi KAP untuk sanggup melaksanakan audit laporan dana kampanye di seluruh tingkatan partai politik.Cara ini memang belum teruji, tapi KPU juga belum pernah mengambil jalan ini sebagai solusi.(*)

Tulisan ini dimuat di harian Seputar Indonesia, 23 Januari 2009

No comments: