Belum lama kampanye pemilu secara resmi berjalan, sudah dapat dipastikan audit Pemilu 2009 yang rencananya dilaksanakan pada April 2009 tidak akan akuntabel.
Bagaimana tidak, Undang-Undang No 10/2008 tentang Pemilu mewajibkan audit laporan dana kampanye bagi seluruh peserta pemilu,baik partai politik (parpol) maupun calon anggota DPD. Lebih lanjut diatur, untuk parpol peserta pemilu audit wajib dilaksanakan pada masing-masing pengurus di tingkat kabupaten/kota, provinsi,dan pusat.
Jika dihitung secara makro, ini artinya terdapat kurang lebih 20.000 entitas laporan dana kampanye peserta pemilu yang harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya dalam waktu 30 hari. Hal ini sesuai mandat UU Pemilu, bahwa yang melaksanakan audit terhadap laporan dana kampanye peserta pemilu adalah KAP yang mendapatkan rekomendasi dari Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
Secara teknis, akan sangat sulit melakukan audit terhadap seluruh laporan dana kampanye peserta pemilu dengan melihat keterbatasan jumlah auditor dan KAP itu sendiri. Data dari Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menyebutkan jumlah KAP yang ada di Indonesia hanya sekitar 400 dan di dalamnya terdapat 800-an auditor. Persoalannya menjadi lebih rumit karena jumlah KAP yang terbatas itu tidak menyebar secara merata di seluruh Indonesia.Kurang lebih 60% KAP berdomisili di Pulau Jawa.
Kesenjangan sebaran ini sangat riskan mengingat mandat UU Pemilu menyebutkan bahwa yang harus diaudit adalah seluruh laporan dana kampanye di setiap jenjang kepengurusan parpol, yakni kabupaten/ kota,provinsi,dan pusat. Mau tidak mau, tenaga auditor di KAP yang melakukan audit laporan dana kampanye harus disebar ke berbagai wilayah Indonesia.Konsekuensinya tentu berat, karena biaya untuk melakukan audit menjadi kian bengkak.
Dalam perhitungan kasar IAPI, untuk melakukan audit terhadap 20 ribuan entitas laporan dana kampanye paling kurang dibutuhkan dana Rp1 triliun dari APBN. Di sisi lain, IAI/IAPI sendiri sudah menyatakan keberatannya dengan tugas audit terhadap laporan dana kampanye yang demikian banyak.
Jelas Tidak Mampu
Jika dihitung berdasarkan kemampuan audit terhadap keseluruhan entitas laporan dana kampanye yang akan diperiksa, dengan alokasi waktu hanya 30 hari sebagaimana UU sudah batasi, catatan terakhir IAPI menunjukkan bahwa kemungkinan besar hanya ada sekitar seribu laporan dana kampanye yang bisa dijangkau.
Ini berarti, 19.000 laporan dana kampanye lainnya terancam tidak akan bisa diaudit. Perhitungan di atas merujuk pada ketersediaan jumlah auditor dan KAP,dibagi dengan beban kerja yang harus mereka tunaikan untuk mengaudit laporan keuangan dari para klien lain,di luar laporan dana kampanye yang menjadi kewajiban undangundang.
Barangkali seribu laporan dana kampanye yang bisa diaudit akan menyusut jika pada saatnya nanti tidak semua KAP bersedia melakukan audit terhadap laporan dana kampanye peserta pemilu. Hal terakhir ini memang menjadi kekhawatiran sendiri mengingat KAP tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan audit laporan dana kampanye.
Dengan demikian, bisa jadi banyak KAP yang lantas menolak melakukan audit.Alasannya sederhana, KAP tidak mau dijadikan kambing hitam atas buruknya hasil audit terhadap laporan dana kampanye peserta pemilu. Belajar dari Pemilu 2004, ketika laporan audit dana kampanye para peserta pemilu tidak menemukan indikasi penyimpangan, pihak yang dituduh ”main-main” pertama kali adalah KAP.
Berkaca pada fakta tersebut, sangat mungkin akan muncul berbagai macam implikasi yang buruk dalam pelaksanaan Pemilu 2009,khususnya terkait dengan audit laporan dana kampanye. Pertama, Pemilu 2009 sudah dapat dipastikan catat hukum karena kemungkinan besar tidak semua laporan dana kampanye yang telah menjadi mandat UU Pemilu dapat diaudit oleh KAP.
Dalam situasi seperti ini, kekacauan dalam pelaksanaan pemilu dan hasilnya sangat mungkin akan terjadi. Kedua, tentu saja peserta pemilu tidak ingin ada cacat hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2009. Sangat mungkin kemudian terjadi praktik rekayasa terhadap audit laporan dana kampanye. Rekayasa itu bisa dilakukan dengan memalsukan berbagai identitas KAP resmi atau menjamurnya KAP-KAP gadungan yang dapat memfasilitasi pelaksanaan audit laporan dana kampanye secara ilegal.
Ketiga, pelaksanaan audit laporan dana kampanye tidak akan maksimal. Secara minimal, untuk menghindari adanya klaim cacat hukum terhadap Pemilu 2009, audit dana kampanye dilakukan sebatas formalitas.Konsekuensinya, audit yang menjadi instrumen untuk menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas terhadap dana kampanye menjadi hilang maknanya.
Indikasinya sudah terlihat saat IAI dan KPU lebih condong untuk mengaudit laporan dana kampanye dengan pendekatan prosedur yang disepakati. Untuk mendapatkan hasil audit yang baik dengan pendekatan prosedur yang disepakati, prasyarat utamanya sangat berat.Yakni adanya kejujuran dari seluruh peserta pemilu untuk melaporkan dan mencatat semua sumbangan dan penggunaan dana kampanye, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.
Hal itu karena KAP hanya akan melakukan audit terhadap laporan dana kampanye yang diserahkan oleh peserta pemilu.Karena itu,jika sumbangan atau pengeluaran dana kampanye tidak dicatat dan dilaporkan,maka KAP tidak akan bisa melakukan audit atas keseluruhan dana kampanye yang digunakan. Lebih mengkhawatirkan lagi jika kelemahan-kelemahan di atas akan dimanfaatkan oleh peserta pemilu untuk menggunakan dana kampanye ilegal secara lebih membabi-buta.
Melihat gelagat bahwa dana kampanye akan sulit diaudit secara sungguhsungguh oleh KAP dengan berbagai keterbatasan di atas, sangat mungkin pemilu 2009 dijadikan arena pesta pora bagi para pelaku korupsi, penjahat lingkungan,cukong judi,gembong narkotika, dan sebagainya untuk menggelontorkan uang panas yang mereka miliki untuk memenangi Pemilu 2009.(*)
Adnan Topan Husodo
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch
Tulisan disalin dari Koran Seputar Indonesia, 29 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment